Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Diantara proses yang akan di lewati oleh seseorang yang ingin menikah adalah
proses khitbah (melamar) seorang wanita yang ia sukai untuk menikah dengannya. hal ini
sebagaimana perbuatan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang meminang
‘Aisyah binti Abi Bakr dan Hafsah binti Umar bin Khathab.Yang mana hukumnya
sunnah sebagimana di jelaskan oleh para ulama, Allah Subhaanahu Wata’aala
berfirman :
وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ
“Dan
tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu.” (Qs. Al-Baqarah : 235)
Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam masalah ini baik untuk laki-laki
yang datang mengkhitbah atau perempuan yang laki-laki datang mengkitbahnya.
Yang
pertama : Cari tahu lebih lanjut tentang kebaikkan agama, akhlak, manhaj dan
fisik calonnya sebelum mengkitbah atau menikah dengan tanpa berlebih-lebihan
sehingga melangar batasan-batasan syar’i atau meremehkan sehingga menjadi
masalah atau batu sandungan kelak dalam rumah tangganya.
Tentang
hal ini, yaitu memperhatikan kebaikan agama dan akhlaq calonnya Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita
dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan
karena agamanya dan pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.”
(HR. Bukhari dari shahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu)
Dalam
hadits yang lain Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إذا خطب إليكم من ترضون دينه وخلقه فزوّجوه إلا تفعلوا تكن فتنة في الأرض وفساد عريض
“Jika
datang kepada kalian seorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka
nikahkanlah ia (dengan anak kalian). Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di
bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dihasankan oleh
syaikh Al-Albani)
Adapun
yang terkait dengan mencari tahu lebih lanjut fisik calon yang akan dikhitbah
atau yang akan ia nikahi terdapat dalam beberapa hadits diantaranya sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengatakan :
كُنْتُ عِنْدَ النَّبِىّ -صلى الله عليه وسلم- فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَأَخْبَرَهُ أَنَّهُ تَزَوَّجَ امْرَأَةً مِنَ الأَنْصَارِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَنَظَرْتَ إِلَيْهَا ». قَالَ لاَ. قَالَ « فَاذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّ فِى أَعْيُنِ الأَنْصَارِ شَيْئًا ِ
“Aku
berada di sisi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu seseorang datang
kepada beliau untuk memberitahukan bahwa dirinya ingin menikahi seorang wanita
Anshar, maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya : ‘Apakah
engkau telah melihatnya?’ Ia menjawab: “Belum.” Beliau bersabda : “Pergilah dan
lihatlah dia, sebab di mata orang Anshar ada sesuatu.” (HR. Muslim : 3550)
Dan
dalam hadist yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada
Jabir Radhiyallahu ‘anhu :
“Apabila
seseorang diantara kalian meminang wanita, maka apabila dia bisa melihat apa
yang mendorongya untuk menikahinya, maka lakukanlah.”
Ia
mengatakan : “ Aku (Jabir) melamar seorang gadis, lalu aku bersembunyi untuknya
agar aku bisa melihat darinya apa yang dapat mendorongku untuk menikahinya,
lalu aku menikahinya.” (HR. Abu Dawud : 2084, dan menurut Imam Adz Dzahabi,
para rawinya tsiqah)
Dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Al-Mugirah bin Syu’bah
radhiyallahu ‘anhu yang meminang seorang wanita :
“Lihatlah
ia, dikarenakan hal itu lebih melanggengkan di antara kalian berdua.” (HR.
At-Tirmidzi : 1087)
Kedua
: Tidak boleh meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya semuslim
Tentang
hal ini Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Seorang
mukmin itu saudara bagi mukmin yang lainnya tidak halal bagi seorang muslim
membeli atas apa yang dibeli saudaranya dan tidak juga mengkhitbah (meminang)
pinangan saudaranya hingga dia meninggalkannya.” (HR. Muslim)
Dalam
riwayat yang lain terdapat lafadzh “ atau laki-laki yang mengkhitbah
mengijinkannya”
Pada
masalah ini ada beberapa kondisi :
1.Yaitu
seorang laki-laki mengkhitbah seorang wanita, dan wanita tersebut atau walinya
menyetujuinya maka pada kondisi ini tidak boleh laki-laki lain untuk datang
mengkhitbah wanita tersebut. Dalam masalah ini tidak ada khilaf sebagaimana
yang dinukilkan oleh Ibnu Qudamah.
2.Yaitu
wanita yang dikithbah menolaknya maka jika kondisinya seperti ini maka boleh
bagi laki-laki yang lain datang untuk mengkhitbahnya.
3.Yaitu
wanita yang di khitbah didapatkan dari dirinya apa yang menunjukkan ia ridho
terhadap laki-laki yang mengkhitbahnya tetapi secara sindiran tidak secara
jelas, maka jika seperti ini tidak boleh bagi yang lain untuk mengkhitbahnya
berdasarkan dzohir hadits.
4.Jika
belum diketahui wanita itu menerima atau menolaknya, maka yang seperti inipun
wallahu a’lam ana pribadi cenderung kepada pendapat yang mengatakan tidak boleh
bagi laki-laki lain mengkhitbahnya.
Ketiga
: Jangan lupa shalat istiqarah
Kita
sandarakan segala urusan kita kepada Allah. Agama kita mengajarkan untuk
melaksanakan shalat istikharah. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari
Jabir Radiyallahu ‘anhu menuturkan, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
mengajari kami istikharah di dalam segala urusan kami, sebagaimana mengajari
kami surat di dalam al-Qur’an, yaitu beliau bersabda : “Bila salah seorang di
antara kalian mempunyai urusan maka shalatlah dua rakaat, lalu berdoalah : ‘Ya
Allah, saya meminta dengan ilmu yang ada pada-Mu, pilihan yang terbaik bagiku,
saya minta ditetapkannya urusanku ini, sesuai kehendak-Mu, saya memohon
karunia-Mu yang Agung. Karena Engkaulah yang menetapkan sedang saya tidak bisa
menetapkan. Engkau yang tahu sedang saya tidak tahu, Engkaulah yang Maha Tahu
tentang perkara-perkara ghaib. Ya Allah, bila menurut-Mu urusan ini baik bagi
diriku, agamaku, penghidupanku, dan juga baik akibat-akibatnya, (dalam riwayat
lain disebutkan : di masa sekarang atau di kemudian hari) maka tetapkanlah hal
itu untukku. Namun, bila menurut-Mu urusan ini jelek bagi diriku, agamaku,
penghidupanku, dan juga jelek akibat-akibatnya, (dalam riwayat lain disebutkan
: di masa sekarang atau di kemudian hari) maka jauhkanlah hal itu dariku dan jauhkanlah
aku dari hal itu. Tetapkanlah selalu kebaikan untukku apapun keadaannya, lalu
jadikanlah aku ridha kepadanya. Setelah membaca doa itu hendaklah ia
menyebutkan keperluannya.’” (HR. Bukhari)
Keempat
: Wanita yang telah dikhitbah statusnya tetap wanita ajnabiyyah (asing/bukan
mahram) sampai dilaksanakannya akad nikah. Maka diharamkan apa-apa yang
diharamkan bagi wanita asing. Seperti berduaan, jalan bareng atau yang lainnya
Kelima
: Tidak ada tukar cincin dalam khitbah (lamaran)
Karena
hal ini bukanlah bagian dari adat kaum muslimin bahkan hal ini adalah adatnya
atau kebiasaannya orang kafir yang kita diperintahkan untuk menyelisihinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Barangsiapa
yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”. (HR. Abu Daud dan
dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah)
adapun
jika memakai cincinnya tersebut disertai dengan keyakinan syirik maka hukumnya
syirik. naudzubillah
Itu
diantara perkara yang penting yang perlu diketahui berkaitan dengan masalah
khitbah, semoga penjelasan yang sederhana ini bermanfaat untuk kita semua.
Wallahu a’lam bisshawwab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar