Assalamu'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
BERUSAHA IKHLAS
DALAM BERAMAL
Bismillahirrahmaanirrakhii m....
Allah akan
senantiasa menolong kaum muslimin karena keikhlasan sebagian orang dari umat
ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا يَنْصُرُ اللَّهُ هَذِهِ الْأُمَّةَ
بِضَعِيفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلَاتِهِمْ وَإِخْلَاصِهِمْ
“Allah akan
menolong umat ini karena sebab orang miskin, karena do’a orang miskin tersebut,
karena shalat mereka dan karena keikhlasan mereka dalam beramal.”[1]
Ikhlas adalah salah
satu syarat diterimanya suatu amalan, di samping amalan tersebut harus sesuai
tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tanpa ikhlas, amalan jadi sia-sia
belaka. Ibnul Qayyim dalam Al Fawa-id memberikan nasehat yang sangat indah
tentang ikhlas, “Amalan yang dilakukan tanpa disertai ikhlas dan tanpa
mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaikan seorang musafir
yang membawa bekal berisi pasir. Bekal tersebut hanya memberatkan, namun tidak
membawa manfaat apa-apa.”
A.Perintah untuk
Ikhlas
Setiap amalan
sangat tergantung pada niat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا
لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya amal
itu tergantung dari niatnya. Dan setiap orang akan memperoleh apa yang dia
niatkan.”[2]
Dan niat itu sangat
tergantung dengan keikhlasan pada Allah. Hal ini berdasarkan firman Allah
Ta’ala,
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ
مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ
وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka
tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan
salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al
Bayyinah: 5)
Allah pun
mengetahui segala sesuatu yang ada dalam isi hati hamba. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ
تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ
“Katakanlah:
"Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu
melahirkannya, pasti Allah mengetahui”." (QS. Ali Imran: 29)
Dalam ayat lainnya,
Allah memperingatkan dari bahaya riya’ –yang merupakan lawan dari ikhlas- dalam
firman-Nya,
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ
“Jika kamu
mempersekutukan (Rabbmu), niscaya akan hapuslah amalmu.” (QS. Az Zumar: 65)
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى
الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى
تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
“Allah Tabaroka wa
Ta’ala berfirman: Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu dalam perbuatan
syirik. Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan
meninggalkannya (maksudnya: tidak menerima amalannya, pen) dan perbuatan
syiriknya.”[3] An Nawawi mengatakan, “Amalan seseorang yang berbuat riya’
(tidak ikhlas), itu adalah amalan batil yang tidak berpahala apa-apa, bahkan ia
akan mendapatkan dosa.”[4]
Dalam hadits
lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ
وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا
مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang
menutut ilmu yang sebenarnya harus ditujukan hanya untuk mengharap wajah Allah,
namun ia mempelajarinya hanya untuk mendapatkan materi duniawi, maka ia tidak
akan pernah mencium bau surga pada hari kiamat nanti.”[5]
B.Pengertian Ikhlas
Menurut Para Ulama
Para ulama
menjelaskan ikhlas dengan beberapa pengertian, namun sebenarnya hakikatnya
sama. Berikut perkataan ulama-ulama tersebut.[6]
Abul Qosim Al
Qusyairi mengatakan, “Ikhlas adalah menjadikan niat hanya untuk Allah dalam
melakukan amalan ketaatan. Jadi, amalan ketaatan tersebut dilakukan dalam rangka
mendekatkan diri pada Allah. Sehingga yang dilakukan bukanlah ingin mendapatkan
perlakuan baik dan pujian dari makhluk atau yang dilakukan bukanlah di luar
mendekatkan diri pada Allah.”
Abul Qosim juga
mengatakan, “Ikhlas adalah membersihkan amalan dari komentar manusia.”
Jika kita sedang
melakukan suatu amalan maka hendaklah kita tidak bercita-cita ingin mendapatkan
pujian makhluk. Cukuplah Allah saja yang memuji amalan kebajikan kita. Dan
seharusnya yang dicari adalah ridho Allah, bukan komentar dan pujian manusia.
Hudzaifah Al
Mar’asiy mengatakan, “Ikhlas adalah kesamaan perbuatan seorang hamba antara
zhohir (lahiriyah) dan batin.” Berkebalikan dengan riya'. Riya’ adalah amalan
zhohir (yang tampak) lebih baik dari amalan batin yang tidak ditampakkan.
Sedangkan ikhlas, minimalnya adalah sama antara lahiriyah dan batin.
Dzun Nuun
menyebutkan tiga tanda ikhlas:
Tetap merasa sama
antara pujian dan celaan orang lain.
Melupakan amalan
kebajikan yang dulu pernah diperbuat.
Mengharap balasan
dari amalan di akhirat (dan bukan di dunia).
Al Fudhail bin
‘Iyadh mengatakan, “Meninggalkan amalan karena manusia adalah riya’. Beramal
karena manusia termasuk kesyirikan. Sedangkan ikhlas adalah engkau
terselamatkan dari dua hal tadi.”
Ada empat definisi
dari ikhlas yang bisa kita simpulkan dari perkataan ulama di atas.
1.Meniatkan suatu amalan hanya untuk Allah.
2.Tidak
mengharap-harap pujian manusia dalam beramal.
3.Kesamaan antara
sesuatu yang tampak dan yang tersembunyi.
4.Mengharap balasan
dari amalannya di akhirat.
Nantikan pembahasan
selanjutnya mengenai tanda-tanda ikhlas. Semoga Allah memudahkan dalam setiap
urusan.Aamiin....
Semoga
bermanfaat....
Referensi :
[1] HR. An Nasa-i
no. 3178. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[2] HR. Bukhari no.
1 dan Muslim no. 1907, dari ‘Umar bin Khattab.
[3] HR. Muslim no.
2985, dari Abu Hurairah.
[4] Syarh Muslim,
An Nawawi, 9/370, Mawqi’ Al Islam.
[5] HR. Abu Daud
no. 3644 dan Ibnu Majah no. 252, dari Abu Hurairah. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini shahih.
[6] Kami ambil
perkataan-perkataan ulama tersebut dari kitab At Tibyan fi Adabi Hamalatil
Qur’an, An Nawawi, hal. 50-51, Maktabah Ibnu ‘Abbas, cetakan pertama, tahun
1426 H.
Wassalamu'alaikum
Warrahmatullahi wabarakatuh.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar